Jl. Kesuma Bangsa No. 1 - Samarinda dishub@kaltimprov.go.id 0541-737267 0541-207033

11 September 2025 Admin Artikel 314

Menjaga Keselamatan Melintas: Tantangan dan Solusi Crossing Jalan di Kalimantan Timur

Setiap kali kendaraan besar melintas menyebrangi jalan umum untuk memasuki tambang, kawasan industri, atau lahan usaha yang dikenal sebagai crossing (sebidang) maka muncul interaksi langsung antara lalu lintas utama dan aktivitas samping jalan. Di Kalimantan Timur, kondisi alam yang luas serta aktivitas ekstraktif dan industri menyebabkan fenomena crossing menjadi cukup umum di beberapa ruas jalan provinsi maupun kabupaten. Crossing jalan menimbulkan potensi konflik besar antara kendaraan industri, kendaraan lokal, pejalan kaki, dan kendaraan ringan lainnya, sehingga risiko kecelakaan pun meningkat secara signifikan. Pentingnya memahami kedudukan fasilitas keselamatan pada lokasi crossing, serta merumuskan solusi efektif untuk menanggulangi permasalahan ini menjadi urgensi publik.

Secara yuridis, keberadaan crossing jalan diatur melalui regulasi pusat dan daerah. Di tingkat nasional, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menetapkan bahwa setiap interseksi atau irisan jalan harus dilengkapi fasilitas keselamatan yang memadai, seperti rambu peringatan, marka, lampu sinyal, serta saluran drainase dan perlindungan fisik jika diperlukan. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2013 menegaskan bahwa pengelolaan lalu lintas including penggunaan jalan oleh kegiatan samping harus mengikuti standar teknis yang menjamin keamanan pengguna jalan. Di tingkat provinsi dan kabupaten, kebijakan terkait izin crossing dan pengaturan operasionalnya diatur melalui peraturan daerah atau keputusan kepala daerah, serta instrumen pengaturan lalu lintas lokal. Misalnya, pemerintah provinsi sebelumnya telah menerapkan larangan penggunaan jalan umum secara hauling kecuali crossing yang terizin secara resmi yakni hanya ketika kendaraan melintas sebidang pada titik tertentu setelah mendapatkan izin. 

Dampak crossing jalan yang tidak tertata dengan baik sangat terasa dalam berbagai aspek. Pertama, dari sisi keselamatan, crossing yang minim fasilitas keselamatan seperti penanda atau lampu sinyal menyebabkan peluang tabrakan antar kendaraan meningkat, terutama pada malam hari atau kondisi visibilitas rendah. Kedua, dari sisi kenyamanan dan kelancaran lalu lintas, crossing sering menjadi hambatan aliran lalu lintas utama jika tidak ada pengaturan waktu atau sistem kendali. Ketiga, dari sisi pemeliharaan infrastruktur, kendaraan berat yang melewati crossing sering menyebabkan kerusakan pada permukaan jalan lokal dan sambungan antar ruas. Terakhir, dari perspektif ekonomi lokal, gangguan akibat kemacetan atau kecelakaan crossing dapat menghambat distribusi barang dan mobilitas masyarakat lokal.

Menurut data Data Kecelakaan dan Pelanggaran Lalu Lintas Provinsi Kaltim, pada Semester I 2023 tercatat 301 kasus kecelakaan lalu lintas (musnah dalam kematian, luka berat, luka ringan) di seluruh wilayah Kaltim. Data ini menunjukkan bahwa kecelakaan jalan tetap menjadi persoalan nyata meskipun tidak semua diakibatkan crossing. Namun crossing jalan ikut berkontribusi terhadap titik?titik rawan lain di ruas?ruas kritis provinsi. Di sisi politik pemerintahan, Gubernur Kaltim yang baru, Rudy Mas’ud, dalam arahannya menyampaikan bahwa pembangunan jalan pesisir yang sebelumnya sempat terputus sudah dalam penanganan serius, menegaskan bahwa pembangunan infrastruktur, termasuk jalan provinsi, harus disambung dan dioptimalkan agar tidak ada ruas yang tersisih. Selain itu, Gubernur pernah menegur keras kondisi crossing yang rusak di ruas Sangatta?Bengalon: "Saya lihat bukan rawan lagi, tapi sudah putus sebelah," ujar beliau ketika meninjau kondisi jalan di kawasan tersebut. Kaltim Prov Pernyataan ini menggambarkan betapa pemerintah provinsi menyadari urgensi penanganan crossing yang rusak agar tidak menjadi sumber tragedi.

Untuk itu, rumusan solusi permasalahan crossing jalan di Kaltim perlu mencakup langkah taktis dan strategis. Pertama, audit lokasi crossing di seluruh ruas jalan provinsi untuk mengidentifikasi titik kritis dan kelemahan fasilitas keselamatan di masing-masing titik. Kedua, standarisasi fasilitas keselamatan crossing: memasang rambu peringatan, marka khusus crossing, lampu sinyal, pembatas fisik (guardrail), dan sistem pengaturan waktu ketika dibutuhkan. Ketiga, mengatur izin dan jadwal operasional bagi kendaraan berat yang melakukan crossing agar tidak bersamaan dengan jam puncak lalu lintas umum. Keempat, penegakan hukum dan pengawasan agar crossing tanpa izin tidak dilakukan; kegiatan crossing harus melalui izin resmi dan pengawasan dari Dishub serta instansi terkait. Kelima, sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan pelaku industri tentang risiko crossing dan penggunaan fasilitas keselamatan yang benar. Keenam, monitoring dan evaluasi berkala untuk menilai efektivitas intervensi dan melakukan perbaikan jika diperlukan.

Dengan pengaturan yang baik, crossing jalan tidak perlu menjadi momok bagi pengguna jalan, tetapi bisa menjadi bagian yang lebih aman dari sistem lalu lintas. Melalui kolaborasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, sektor swasta (industri), dan masyarakat, diharapkan mata rantai keselamatan jalan di Kalimantan Timur dapat semakin kokoh, mengurangi kecelakaan, dan memastikan mobilitas yang lancar tanpa mengorbankan keamanan.


Artikel Terkait
KONTAK DISHUB
STATISTIK
LINK APLIKASI
© DINAS PERHUBUNGAN
PROVINSI KALIMANTAN TIMUR